Sad to say, hubungan Andre dan Mar berakhir beberapa waktu yang lalu. Setelah mengalami emosi "Roller Coaster" karena kelakuan Andre saat masih berhubungan dengan Mar (kadang seneng liat Andre akhirnya pacaran, seringkali sebel karena Andre masih suka berbohong), sekarang yang tersisa adalah rasa prihatin dan kemarahan. Kenapa marah? Semua karena alasan mereka putus yang keluar dari mulut Mar.
Andre yang curhat pada teman2nya sempat mengatakan kalau Mar bilang Mar merasa tertekan berhubungan dengan Andre, katanya teman2nya terlalu ikut campur lah, sering ngeledek lah, etc. Saya yang tidak merasa sering ngeledek (terutama ngeledek Mar, ga pernah sama sekali), tidak ikut campur, tidak menentang (bahkan mendukung 100% asalkan Andre berubah menjadi orang yang lebih baik dan tidak suka berbohong), jelas tidak suka dijadikan kambing hitam. Kalau memang ada temannya Andre yang seperti dia bilang, kenapa tidak menunjuk ke hidung orang tersebut langsung daripada harus menyebut Teman-temannya Andre??
Alasan mereka putus pun sudah bisa diketahui sejak lama, sejak saat saya, Prio dan Riyan melihat Mar dibonceng motor oleh orang lain, diantar pulang latihan taekwondo oleh cowok dengan motor Karisma, kemudian setelah melihat adanya tiga orang teman Andre yang melihat kejadian itu Mar melompat turun dari motor, padahal belum sampai rumahnya, dan terlihat pemilik motor Karisma itu terburu-buru putar balik dan pulang. Belum lagi adanya laporan bahwa Mar terlihat bermesraan dengan orang di tempat gelap, tapi orang itu bukan Andre...
Anyway, yang sudah berlalu biarlah berlalu, sejarah hanyalah catatan yang bisa dijadikan bahan pelajaran dan perbaikan diri....
Feb 20, 2007
Feb 12, 2007
Peraturan Dibuat Untuk Apa?
Di salah satu televisi swasta, saya pernah menyaksikan sebuah acara polling interaktif. Kebetulan waktu itu yang dibahas adalah "masalah peraturan motor di jalur lambat". Dalam acara tersebut hadir perwakilan pengendara motor, pengendara mobil, mahasiswa, dan dua narasumber.
Pengendara motor merasa di-anak-tirikan karena peraturan itu, sementara dari hasil pertanyaan, tampak bahwa pengendara mobil dan mahasiswa "agak" mengatakan bahwa pengendara motor adalah sumber dari segala masalah lalu lintas. Dikatakan bahwa motor suka menyalip seenaknya sehingga menciptakan kecelakaan. Kemudian pengendara motor membela diri, seolah tidak mau disalahkan, hingga yang hadir menyalahkan pada pengendara motor yang tidak ikut Klub motor sehingga tidak tahu aturan, dan menurut mereka pengendara motor yang ikut klub pasti tahu peraturan.
Dari sini menarik. Kalau mereka bilang mereka mengikuti peraturan, kenapa ya masih sering saya lihat pengendara motor yang mengenakan atribut sebuah klub sepeda motor masih ugal-ugalan. Dan lagi, sepertinya tidak mungkin rakyat Indonesia patuh pada peraturan. Berapa banyak pengendara motor yang mengenakan helm jika pergi dalam jarak dekat? Peraturannya jelas, pengendara motor wajib mengenakan helm, tidak ada tambahan kata-kata "kecuali dalam perjalanan jarak dekat". Berapa banyak pejalan kaki menyeberang pada tempatnya? Di Indonesia, peraturan itu bukan untuk ditaati, tapi untuk dilanggar
Pengendara motor merasa di-anak-tirikan karena peraturan itu, sementara dari hasil pertanyaan, tampak bahwa pengendara mobil dan mahasiswa "agak" mengatakan bahwa pengendara motor adalah sumber dari segala masalah lalu lintas. Dikatakan bahwa motor suka menyalip seenaknya sehingga menciptakan kecelakaan. Kemudian pengendara motor membela diri, seolah tidak mau disalahkan, hingga yang hadir menyalahkan pada pengendara motor yang tidak ikut Klub motor sehingga tidak tahu aturan, dan menurut mereka pengendara motor yang ikut klub pasti tahu peraturan.
Dari sini menarik. Kalau mereka bilang mereka mengikuti peraturan, kenapa ya masih sering saya lihat pengendara motor yang mengenakan atribut sebuah klub sepeda motor masih ugal-ugalan. Dan lagi, sepertinya tidak mungkin rakyat Indonesia patuh pada peraturan. Berapa banyak pengendara motor yang mengenakan helm jika pergi dalam jarak dekat? Peraturannya jelas, pengendara motor wajib mengenakan helm, tidak ada tambahan kata-kata "kecuali dalam perjalanan jarak dekat". Berapa banyak pejalan kaki menyeberang pada tempatnya? Di Indonesia, peraturan itu bukan untuk ditaati, tapi untuk dilanggar
Disaster, You Are Always Welcome
Saya sebenarnya mau menulis tentang masalah banjir di jakarta, tapi setelah melihat blog teman saya yang menuliskan tentang banjir juga, saya mengurungkan niat menulis tentang banjir. Kenapa? Karena apa yang ada di kepala saya sama persis dengan apa yang sudah teman saya tulis, akhirnya saya cuma me-re-post tulisannya....
Disaster, you are always welcome (courtesy of Diosnardo Rahmanto, Sukabumi, 2007)
Hore musim hujan sudah tiba. Bersamaan dengan musim hujan tersebut selalu ada musim lainnya ‘yang ditunggu-tunggu’ oleh masyarakat kita. Apakah ‘yang ditunggu’ itu?
1. Musim Demam Berdarah
Seminggu yang lalu berbagai media meributkan berbagai rumah sakit di tanah air yang lorong-lorongnya dipenuhi pasien DBD. Lewat gambar yang diperlihatkan oleh penyiar berita, kita bisa lihat Rumah Sakit Hasan Sadikin yang bangsalnya penuh sama pasien demam berdarah. Kewalahan karena tidak cukup ruang untuk perawatan pasien, ruangan aula dan lorong rumah sakit juga penuh sama ranjang-ranjang rumah sakit plus pasien yang terbaring sambil diinfus. Bahkan anak-anak juga banyak yang dirawat di lorong RS Hasan Sadikin. Suasana Rumah Sakit juga sudah menyerupai pasar dan berkesan acak-acakan (gue bingung nih Dinas Kesehatan dan Menteri Kesehatan koq kayanya cuek bebek melihat cara merawat manusia yang dilakukan RS pemerintah ibarat merawat anjing –sangat tidak manusiawi banget).
Walhasil cara penanganan seperti ini membuat banyak korban jiwa meninggal di rumah sakit karena tidak tertolong. Ya iyalah... gue mah yakin meninggalnya bukan karena tidak tertolong tapi emang karena tidak ada yang nolong. Wong jumlah staf rumah sakit kan tentunya sesuai dengan jumlah kapasitas pasien. Kalo kapasitas pasiennya overload kaya gitu mana ada staff, suster dan dokter yang bisa menangani. Plus bukan rahasia umum lagi kalo di rumah sakit pemerintah terkadang dokter jaga yang stand by di UGD kebanyakan adalah pelajar yang belum menjadi dokter alias masih ko-as.
2. Musim Banjir
Usai meributkan DBD media masa saat ini tengah heboh dengan head line bertuliskan : “Jakarta Tenggelam”. Peribahasa ‘Sedia Payung Sebelum Hujan’ sudah tidak berlaku lagi di jaman sekarang. Pepatah ‘Sedia Perahu Sebelum Hujan’ rasanya lebih pantas diucapkan. Ya wong hujannya kecil doank koq airnya ibarat air bah.
Well Sutiyoso pasti serasa ditampar sama kata-katanya sendiri. Sok yakin di bulan November 2006 kemarin dia bilang tidak akan terjadi banjir seperti tahun 2002 lalu, kenyataannya tahun 2007 banjirnya lebih parah. Banyak berdoa ya Pak Sutiyoso.
Listrik di Jakarta padam, infrastruktur Telkom terendam membuat transaksi online perbankan menjadi offline plus jadi ATM drop, email mati, internet juga ikut mati, sebagai tambahan koran Media Indonesia juga tidak bisa terbit pada hari Sabtu dan Minggu tgl 03 dan 04 Februari 2007 (kaya’nya kantor redaksi juga kebanjiran deh). Jumat kemarin gue baru bisa menginput transaksi nasabah setelah jam 7 malam itupun diwanti-wanti kalo online hanya berlangsung 30 menit so harus input data as soon as possible.
Yah... inilah bencana yang akan terus berulang dialami bangsa ini. Sepertinya bangsa kita ini cocok diberi julukan: Bangsa Yang Tidak Belajar. Tidak belajar yang dimaksud tentunya adalah tidak belajar dari pengalaman. Jelas-jelas tahun-tahun sebelumnya sudah mengalami hal serupa eeh... setelah musibah usai bukannya melakukan tindakan pencegahan agar tidak berulang lagi malah tetap berperilaku seolah tidak mau peduli.
Ya tetep aja buang sampah ke kali, ya tetep aja kawasan Puncak di bangun villa, ya tetep aja bikin mal gede-gede, ya tetep aja saluran air tidak diperbaiki, ya tetep aja hutan banyak yang digundulin, dan masih banyak ‘ya tetep aja’ yang lainnya, yang semakin membuat gue muak sama perilaku masyarakat kita. Jadi mendingan kita ga usah heran kalo tahun 2008, 2009, 2010 juga akan ada bencana serupa. So... Disaster, you’re always welcome.
Disaster, you are always welcome (courtesy of Diosnardo Rahmanto, Sukabumi, 2007)
Hore musim hujan sudah tiba. Bersamaan dengan musim hujan tersebut selalu ada musim lainnya ‘yang ditunggu-tunggu’ oleh masyarakat kita. Apakah ‘yang ditunggu’ itu?
1. Musim Demam Berdarah
Seminggu yang lalu berbagai media meributkan berbagai rumah sakit di tanah air yang lorong-lorongnya dipenuhi pasien DBD. Lewat gambar yang diperlihatkan oleh penyiar berita, kita bisa lihat Rumah Sakit Hasan Sadikin yang bangsalnya penuh sama pasien demam berdarah. Kewalahan karena tidak cukup ruang untuk perawatan pasien, ruangan aula dan lorong rumah sakit juga penuh sama ranjang-ranjang rumah sakit plus pasien yang terbaring sambil diinfus. Bahkan anak-anak juga banyak yang dirawat di lorong RS Hasan Sadikin. Suasana Rumah Sakit juga sudah menyerupai pasar dan berkesan acak-acakan (gue bingung nih Dinas Kesehatan dan Menteri Kesehatan koq kayanya cuek bebek melihat cara merawat manusia yang dilakukan RS pemerintah ibarat merawat anjing –sangat tidak manusiawi banget).
Walhasil cara penanganan seperti ini membuat banyak korban jiwa meninggal di rumah sakit karena tidak tertolong. Ya iyalah... gue mah yakin meninggalnya bukan karena tidak tertolong tapi emang karena tidak ada yang nolong. Wong jumlah staf rumah sakit kan tentunya sesuai dengan jumlah kapasitas pasien. Kalo kapasitas pasiennya overload kaya gitu mana ada staff, suster dan dokter yang bisa menangani. Plus bukan rahasia umum lagi kalo di rumah sakit pemerintah terkadang dokter jaga yang stand by di UGD kebanyakan adalah pelajar yang belum menjadi dokter alias masih ko-as.
2. Musim Banjir
Usai meributkan DBD media masa saat ini tengah heboh dengan head line bertuliskan : “Jakarta Tenggelam”. Peribahasa ‘Sedia Payung Sebelum Hujan’ sudah tidak berlaku lagi di jaman sekarang. Pepatah ‘Sedia Perahu Sebelum Hujan’ rasanya lebih pantas diucapkan. Ya wong hujannya kecil doank koq airnya ibarat air bah.
Well Sutiyoso pasti serasa ditampar sama kata-katanya sendiri. Sok yakin di bulan November 2006 kemarin dia bilang tidak akan terjadi banjir seperti tahun 2002 lalu, kenyataannya tahun 2007 banjirnya lebih parah. Banyak berdoa ya Pak Sutiyoso.
Listrik di Jakarta padam, infrastruktur Telkom terendam membuat transaksi online perbankan menjadi offline plus jadi ATM drop, email mati, internet juga ikut mati, sebagai tambahan koran Media Indonesia juga tidak bisa terbit pada hari Sabtu dan Minggu tgl 03 dan 04 Februari 2007 (kaya’nya kantor redaksi juga kebanjiran deh). Jumat kemarin gue baru bisa menginput transaksi nasabah setelah jam 7 malam itupun diwanti-wanti kalo online hanya berlangsung 30 menit so harus input data as soon as possible.
Yah... inilah bencana yang akan terus berulang dialami bangsa ini. Sepertinya bangsa kita ini cocok diberi julukan: Bangsa Yang Tidak Belajar. Tidak belajar yang dimaksud tentunya adalah tidak belajar dari pengalaman. Jelas-jelas tahun-tahun sebelumnya sudah mengalami hal serupa eeh... setelah musibah usai bukannya melakukan tindakan pencegahan agar tidak berulang lagi malah tetap berperilaku seolah tidak mau peduli.
Ya tetep aja buang sampah ke kali, ya tetep aja kawasan Puncak di bangun villa, ya tetep aja bikin mal gede-gede, ya tetep aja saluran air tidak diperbaiki, ya tetep aja hutan banyak yang digundulin, dan masih banyak ‘ya tetep aja’ yang lainnya, yang semakin membuat gue muak sama perilaku masyarakat kita. Jadi mendingan kita ga usah heran kalo tahun 2008, 2009, 2010 juga akan ada bencana serupa. So... Disaster, you’re always welcome.
Subscribe to:
Posts (Atom)