Saya sebenarnya mau menulis tentang masalah banjir di jakarta, tapi setelah melihat blog teman saya yang menuliskan tentang banjir juga, saya mengurungkan niat menulis tentang banjir. Kenapa? Karena apa yang ada di kepala saya sama persis dengan apa yang sudah teman saya tulis, akhirnya saya cuma me-re-post tulisannya....
Disaster, you are always welcome (courtesy of Diosnardo Rahmanto, Sukabumi, 2007)
Hore musim hujan sudah tiba. Bersamaan dengan musim hujan tersebut selalu ada musim lainnya ‘yang ditunggu-tunggu’ oleh masyarakat kita. Apakah ‘yang ditunggu’ itu?
1. Musim Demam Berdarah
Seminggu yang lalu berbagai media meributkan berbagai rumah sakit di tanah air yang lorong-lorongnya dipenuhi pasien DBD. Lewat gambar yang diperlihatkan oleh penyiar berita, kita bisa lihat Rumah Sakit Hasan Sadikin yang bangsalnya penuh sama pasien demam berdarah. Kewalahan karena tidak cukup ruang untuk perawatan pasien, ruangan aula dan lorong rumah sakit juga penuh sama ranjang-ranjang rumah sakit plus pasien yang terbaring sambil diinfus. Bahkan anak-anak juga banyak yang dirawat di lorong RS Hasan Sadikin. Suasana Rumah Sakit juga sudah menyerupai pasar dan berkesan acak-acakan (gue bingung nih Dinas Kesehatan dan Menteri Kesehatan koq kayanya cuek bebek melihat cara merawat manusia yang dilakukan RS pemerintah ibarat merawat anjing –sangat tidak manusiawi banget).
Walhasil cara penanganan seperti ini membuat banyak korban jiwa meninggal di rumah sakit karena tidak tertolong. Ya iyalah... gue mah yakin meninggalnya bukan karena tidak tertolong tapi emang karena tidak ada yang nolong. Wong jumlah staf rumah sakit kan tentunya sesuai dengan jumlah kapasitas pasien. Kalo kapasitas pasiennya overload kaya gitu mana ada staff, suster dan dokter yang bisa menangani. Plus bukan rahasia umum lagi kalo di rumah sakit pemerintah terkadang dokter jaga yang stand by di UGD kebanyakan adalah pelajar yang belum menjadi dokter alias masih ko-as.
2. Musim Banjir
Usai meributkan DBD media masa saat ini tengah heboh dengan head line bertuliskan : “Jakarta Tenggelam”. Peribahasa ‘Sedia Payung Sebelum Hujan’ sudah tidak berlaku lagi di jaman sekarang. Pepatah ‘Sedia Perahu Sebelum Hujan’ rasanya lebih pantas diucapkan. Ya wong hujannya kecil doank koq airnya ibarat air bah.
Well Sutiyoso pasti serasa ditampar sama kata-katanya sendiri. Sok yakin di bulan November 2006 kemarin dia bilang tidak akan terjadi banjir seperti tahun 2002 lalu, kenyataannya tahun 2007 banjirnya lebih parah. Banyak berdoa ya Pak Sutiyoso.
Listrik di Jakarta padam, infrastruktur Telkom terendam membuat transaksi online perbankan menjadi offline plus jadi ATM drop, email mati, internet juga ikut mati, sebagai tambahan koran Media Indonesia juga tidak bisa terbit pada hari Sabtu dan Minggu tgl 03 dan 04 Februari 2007 (kaya’nya kantor redaksi juga kebanjiran deh). Jumat kemarin gue baru bisa menginput transaksi nasabah setelah jam 7 malam itupun diwanti-wanti kalo online hanya berlangsung 30 menit so harus input data as soon as possible.
Yah... inilah bencana yang akan terus berulang dialami bangsa ini. Sepertinya bangsa kita ini cocok diberi julukan: Bangsa Yang Tidak Belajar. Tidak belajar yang dimaksud tentunya adalah tidak belajar dari pengalaman. Jelas-jelas tahun-tahun sebelumnya sudah mengalami hal serupa eeh... setelah musibah usai bukannya melakukan tindakan pencegahan agar tidak berulang lagi malah tetap berperilaku seolah tidak mau peduli.
Ya tetep aja buang sampah ke kali, ya tetep aja kawasan Puncak di bangun villa, ya tetep aja bikin mal gede-gede, ya tetep aja saluran air tidak diperbaiki, ya tetep aja hutan banyak yang digundulin, dan masih banyak ‘ya tetep aja’ yang lainnya, yang semakin membuat gue muak sama perilaku masyarakat kita. Jadi mendingan kita ga usah heran kalo tahun 2008, 2009, 2010 juga akan ada bencana serupa. So... Disaster, you’re always welcome.
No comments:
Post a Comment