Jun 20, 2008

Ou Em Jii... (Oh My God)

Minggu lalu, tanggal 12 Juni 2008, saya kebetulan dinas ke Bandung untuk mengevaluasi dokumen tender. Saya dan Pak Agung memilih menginap di Wisma Patrakomala milik Itjenad di jalan Patrakomala karena dekat dengan Prima Rasa Bakery tempat membeli oleh-oleh kalau ke Bandung.

Saya dan Pak Agung berangkat dari kantor pukul 09.00 pagi, dan sampai di wisma sekitar pukul 11. Di wisma sudah menunggu rekan Pak Agung yaitu Pak Sudarwanto. Beliau menunggu di wisma dan tidak berangkat bersama kami karena rumahnya memang di Bandung, sementara di Jakarta beliau Kost. Setelah check in, kami langsung mulai bekerja dengan mengubah ruang makan wisma menjadi ruang kerja (salah satu alasan juga kenapa menginap di wisma patrakomala adalah tidak perlu membayar sewa ruang rapat, cukup menggunakan ruang makan yang cukup luas). Kami memutuskan untuk makan siang pukul 2 karena kami masih cukup kenyang.

Setelah makan siang, kami kembali meneruskan pekerjaan. Saat sedang seriusnya bekerja, lewatlah 2 orang muda, 1 pria dan 1 wanita, keduanya berumur sekitar 16-20 tahun, yang langsung masuk ke dalam kamar nomor 5. Pak Agung terlihat kebingungan.

" Nold, yang dua tadi masuk kamar mana?" tanya Pak Agung
" Kamar nomor 5 Pak"
" Mereka satu kamar?"
" Iya, kenapa Pak?"
" Kok boleh ya? ini kan mess punya tentara, kok boleh ya cowok-cewek satu kamar"
" Yang mana Pak Agung? Yang barusan lewat? Mungkin sudah menikah Pak Agung" Pak Sudarwanto ikut menimpali
" Iyo yang tadi..gak mungkin ah sudah menikah, masih muda begitu kok, paling-paling SMA atau kuliah tingkat awal"
" Atau mungkin adik-kakak..."
" Opo iyo? ga ada miripnya kok"
" Kalau gitu ditanya saja Pak sama yang jaga, kok boleh.."
" Wah, gak beres nih..."

Memang agak mencurigakan, keduanya tidak bawa tas atau apapun sebagai tempat pakaian ganti, yang wanita hanya membawa plastik putih yang isinya bisa terlihat oleh saya adalah snack, rokok dan minuman ringan kaleng. Yang pria memakai t-shirt dan celana 3/4 serta jaket, yang wanita memakai t-shirt dan celana pendek serta jaket. Begitu masuk ruangan mereka langsung menutup pintu dan tirai jendela. Kemudian terdengar suara air, sepertinya sedang mengisi bak kamar mandi, tapi kemudian sampai air keran mati tidak terdengar seperti ada yang mandi, jadi apa tujuannya mengisi bak kamar mandi??

Pasangan itu terus menerus mengurung diri di kamar sampai menjelang Maghrib, mereka keluar kamar. Setelah Maghrib, mereka kembali masuk kamar sambil membawa plastik yang lagi-lagi terlihat isinya adalah snack dan minuman ringan. Kemudian sesaat sebelum saya dan Pak Agung keluar mencari makan malam, saya melihat mereka kembali meninggalkan kamar. Sepulangnya dari makan malam sekitar jam 9 malam, saya dan Pak Agung mendapati kamar yang dipakai tadi sudah kosong dan dirapihkan. "Mereka short-time rupanya nold. Gawat juga eh, anak jaman sekarang" kata Pak Agung.

Entah apa yang terjadi di dalam kamar nomor 5 wisma tersebut hari itu, hanya mereka dan Tuhan yang tahu. Tapi saya mungkin bisa tahu kalau saja saya mengambil kamar nomor 6 yang letaknya bersebelahan. Dari kamar mandi kamar nomor 6 bisa terdengar suara dari kamar nomor 5, dan mungkin sebaliknya juga. Saya bisa tahu karena terakhir kali saya menginap di wisma itu saya berada di kamar nomor 6, dan dari kamar mandi saya bisa mendengar obrolan Bu Kiki dan Bu Anna yang waktu itu ada di kamar nomor 5. Sayangnya, saya mengambil kamar nomor 7, karena sesuai dengan nomor rumah saya yang baru....dan juga CR7 hehehehehe....

Jun 6, 2008

JACKASSES ON BUS

JERK! SIAPA SURUH DATANG KE JAKARTA!?

“Assalamualaikum, selamat sore menjelang malam!”
“ Mohon maaf jika kedatangan kami disini mengganggu perjalanan bapak dan ibu sekalian! Kedatangan kami disini bukan untuk merampok, menjambret, atau hal kriminalitas lainnya bak ibu! Kedatangan kami disini hanya ingin meminta bantuan dari bapak ibu!”
“Betul bapak ibu!”
“Daripada kami menodong, merampok atau menjambret kami tidak mau bapak ibu! Karena itu haram bapak ibu!”
“Betul bapak ibu!!”
“Karena itu kami mohon bantuannya bapak ibu, mohon bantuannya untuk kami membeli makan untuk menyambung hidup kami bapak ibu!”
“Untuk makan bapak ibu!!”
“Uang seribu dua ribu tidak akan membuat anda jatuh miskin bapak ibu! Malah anda dapat pahala karena beramal bapak ibu!”
“Betul bapak ibu!!”
“Kami mohon toleransinya, kami mohon bantuannya bapak ibu! Kami tidak akan memaksa, tapi tolong hargai usaha kami bapak ibu!”
“Betul bapak ibu!!”

Diatas adalah kata-kata yang sering saya dengar di dalam bus saat pulang kantor. Kata-kata yang biasanya diucapkan oleh remaja tanggung dekil dan seolah-olah terlihat menakutkan dengan anting dimana-mana, kadang sendirian, tapi lebih sering berdua atau bertiga, mungkin untuk memberikan efek teror kepada para penumpang. Setelah mengucapkan (atau lebih tepat berteriak) kata-kata tersebut, salah satu berkeliling meminta uang dari penumpang sementara yang lain (kalau datangnya tidak sendirian) terus mengoceh sambil mengatakan “Bantu kami bapak ibu! Hargai usaha kami bapak ibu! Jangan sampai kami berbuat kasar bapak ibu!”.

Entah kenapa masih ada juga yang memberikan uangnya kepada mereka, mungkin karena merasa takut, padahal sebenarnya kalau mereka memaksa apa iya penumpang lain tidak membantu? Begundal-begundal yang meminta uang seperti itu lebih parah daripada pengamen, mereka tidak ada usaha apapun, cuma membuat orang takut untuk kemudian memberikan sedikit uang buat begundal brengsek. Saya sendiri tidak pernah takut sama mereka.

Saya juga tidak mengerti, anak muda seperti mereka sudah membiasakan menggunakan kekerasan, terror untuk mendapatkan apa yang diinginkan, mau dibawa kemana bangsa ini. Kalau dipikir lagi, mereka kan masih bisa berusaha untuk mencari nafkah tanpa harus meresahkan orang lain. Dengan modal tepuk tangan dan sedikit bernyanyi mereka masih bisa dapat uang meskipun suaranya sumbang. Dengan tenaga mudanya mereka bisa menjadi kuli angkut, kuli bangunan, penjual koran, pedagang asongan, apalah yang halal dan tidak meresahkan. Tapi memang dasarnya orang-orang seperti mereka itu pemalas, tidak mau berusaha tapi mau dapat banyak, jadinya ya seperti itu. Saya sendiri tidak yakin pada kata-kata mereka kalau uangnya dipakai membeli makanan, yang ada paling mereka membeli sesuatu yang tidak ada gunanya seperti lem untuk “ngelem”, atau malah langsung ke narkoba dengan paket hematnya, atau untuk membeli minuman keras (karena banyak orang yang seperti ini, lebih memilih beli minuman keras ketimbang makanan kalau punya sedikit uang), atau untuk beli rokok (malah ada yang naik keatas bus, berkata kalau dia lapar tapi sambil menghisap rokok, kenapa dia gak beli makanan malah beli rokok?)

Saya mengerti mencari uang di Jakarta itu susah, tapi sesusah-susahnya cari uang di Jakarta mbok ya cari uangnya yang halal dan tidak memaksa. Lagian, siapa suruh datang ke Jakarta?