May 12, 2010

Kesemek





Kesemek. Anda tau apa itu? Pernah dengar kata itu?


Saya pribadi seringkali mendengar nama buah kesemek, dan saya yakin anda juga tau tentang kesemek -atau setidaknya pernah dengar kata kesemek lah-. Biarpun sering mendengar nama buah kesemek, saya belum pernah melihat bentuk buah itu seperti apa, apalagi merasakannya, sama sekali belum pernah. Karena namanya -kesemek- saya seringkali membayangkan buah ini adalah buah yang tidak enak rasanya. Apa yang saya bayangkan berubah total siang tadi, saat saya melihat dan merasakan buah yang satu ini.



Kesemek (Diospyros Kaki) atau dalam bahasa Inggris disebut Oriental Persimmon ternyata memiliki rasa manis dan segar. Daging buahnya (yang matang) renyah seperti pepaya muda. Memiliki kandungan air yang cukup banyak layaknya buah melon. Rasa manisnya mengingatkan saya pada rasa manis buah Srikaya, hanya saja aroma pada srikaya lebih kuat, dan rasa manis srikaya juga lebih kuat. Buahnya yang matang akan berwarna kuning hingga jingga kemerah-merahan. Ukuran buahnya hanya sebesar apel, dan kulitnya kadangkala seperti bertabur bedak.



Sungguh diluar dugaan rasa dari buah yang satu ini. Tadi yang saya rasakan adalah buah kesemek yang dijual oleh penjual rujak buah di dekat tempat saya bekerja. Satu bungkusnya diberi harga Rp.2000,- dan berisi 4 potongan buah kesemek. Pengalaman yang luar biasa. Saya suka buah kesemek. ^_^


May 11, 2010

Ga Jelas

Saatnya menulis sesuatu yang tidak jelas :D

Sedikit mau bercerita tentang beberapa orang yang saya temui baru-baru ini.

Orang pertama saya temui Senin malam di pangkalan angkot yang akan mengantar saya pulang ke rumah. Kita sebut saja si A. Ceritanya malam itu sekitar jam 10, saya tiba di pankalan angkot jurusan Narogong yang biasa saya naiki tiap hari -kalau tidak kemalaman-. Berdiri di dekat angkot itu, angkot yang ternyata merupakan angkot terakhir yang beroperasi hari itu, adalah si A dan sang supir. Si A meneriakkan jurusan angkot, guna menarik perhatian calon penumpang yang baru turun dari bis atau angkot lain di perempatan jalan. Teriakan si A ini terdengar aneh -buat saya setidaknya-, karena bukannya menyebut kata "narogong" dirinya lebih terdengar menyebut "narong", atau "naronrong", atau "nadong". Selain pelafalan yang aneh, tingkah lain dari si A juga bisa dibilang aneh -dan menyebalkan-. Dia berkali-kali membuang ludah setelah berteriak. Selain itu, tangannya yang memegang beberapa keping uang logam, barkali-kali mengetukkan koin-koin itu ke bagian mana saja dari angkot, entah kacanya, bodinya, sampai ke atapnya, layaknya yang dilakukan kenek bis kota saat memberi tanda pada supir untuk berhenti. Aneh karena angkotnya memang tidak akan kemana-mana, jadi buat apa disuruh berhenti. Aneh karena ini angkot, bukan bis kota, yang mana dengan bersuara sedikit dan mengatakan "stop" atau "kiri" maka si supir akan berhenti -itupun kalau sedang berjalan angkotnya, lah ini masih mangkal, mesinnya saja masih mati-. Menyebalkan karena suaranya membuat gaduh, berisik, dan membuat tidak nyaman penumpang yang menunggu angkotnya berangkat.

Setelah lebih dari 30 menit menunggu, akhirnya bapak supir angkot mulai menjalankan kendaraannya -itupun setelah ditegur oleh ibu-ibu penumpang lainnya yang tidak sabar bertemu suami dan anaknya di rumah-. Si A ikut di dalam angkot, duduk di bangku artis -bangku tambahan yang ada di dekat pintu angkot-. Ia tetap mengetukkan koin-koinnya saat hendak berhenti, tetap beberapa kali berteriak "narong" atau "narongrong" atau "nadong", dan kali ini tambahannya adalah ia berkali-kali berkata "tarik, terus" walaupun angkotnya sedang tidak dalam posisi berhenti. Dalam  pikiran saya si A ini adalah mantan kenek bis kota, atau seseorang yang bercita-cita menjadi kenek bis kota namun tidak kesampaian.

Beberapa saat sebelum saya turun dari angkot, saya baru tau kenapa si A bertingkah laku seperti itu. Supir angkotnya bilang "Ga usah takut ya bapak-bapak ibu-ibu, dia emang sedikit gila, tapi ga berbahaya kok, dia ponakan saya". *Speechless*

Orang kedua saya temui selasa pagi di dalam bis patas AC yang mengantar saya menuju tempat bekerja. Sebut saja bapak B. Ceritanya pagi itu saat matahari belum menampakkan diri, saya sudah berada di dekat pintu tol Bekasi Barat, menunggu bis kota. Setelah menunggu beberapa saat, akhirnya bis yang saya tunggu datang juga. Segera saya menaiki bis tersebut. Tidak seperti biasanya dimana bis tersebut akan diserbu banyak orang yang berebut menaiki bis, pagi itu hanya ada 2 orang yang menaiki bis. Tapi walaupun yang naik hanya berdua, kami tetap tidak mendapatkan tempat duduk. Saya kemudian memilih berdiri dekat bapak B yang duduk di deretan belakang kursi bis.

Baru beberapa saat meninggalkan pintu tol, bapak B terlihat gelisah, duduknya tidak tenang. Saya mencoba memperhatikan kenapa dirinya gelisah. Ternyata, dirinya terkena tetesan air pendingin udara yang bocor. Berkali-kali bapak B menengok ke atas mencoba mencari lubang tempat air tersebut menetes. Kalau saya ada di posisi bapak B, yang saya lakukan kemungkinan adalah pindah tempat duduk -kondisi penuh seperti itu berarti merelakan tempat duduk dan berdiri-, atau tetap duduk dengan konsekuensi sedikit basah. Tapi bapak B tidak berpikir seperti saya, karena beberapa saat kemudian dia berdiri dan memukul pendingin udara yang bocor tersebut. Alih-alih memperkecil kebocoran, air yang mengalir malah tambah keras akibat pukulannya. Dia kemudian kembali memukul pendingin udara tersebut, tapi setiap pukulan yang ia lancarkan tidak memperkecil debit air yang mengalir. Akhirnya setelah kemejanya basah hampir setengahnya, ia menyerah dan mulai berdiri menjauh dari kebocoran pendingin udara. *yaelah, kenapa ga dari tadi, pake ngerusak segala*

May 7, 2010

Soulmate - Original -


--- Sebelumnya, saya pernah membuat sebuah posting­ dengan judul Soulmate. Tidak banyak yang tahu bahwa postingan pertama itu adalah versi yang sudah diedit setelah berbagai pertimbangan. Untuk Versi aslinya, ada dibawah ini ---






Have you met your soulmate yet?

Definisi Soulmate bagi tiap orang seringkali berbeda. Jika diterjemahkan langsung, Soulmate berarti Teman Jiwa. Terjemahan langsung itu juga yang selama ini saya pahami dan saya pakai untuk mendefinisikan kata Soulmate.

Soulmate tidak harus seorang kekasih. Banyak yang menemukan sosok Soulmate dalam diri sahabat, keluarga, dan yang lainnya. Tergantung pengertian kata Soulmate bagi orang tersebut. Lalu, apakah anda sudah menemukan Soulmate anda?

Buat saya, karena definisi Soulmate adalah teman jiwa, maka seorang Soulmate adalah seorang yang sangat mengerti saya dan seseorang yang dapat saya mengerti, seseorang yang saat berada didekatnya membuat saya nyaman melakukan apa saja, seseorang yang memiliki banyak kesamaan dengan saya.

Jika ditanya, dalam hidup saya ada banyak nama yang memenuhi sebagian dari apa yang saya sebut diatas. Ada yang bisa mengerti saya, tapi berada didekatnya tidak membuat saya nyaman. Ada yang sama sekali tidak memenuhi apa yang sebut diatas, tapi tetap saya jadikan orang terdekat saya, entah kenapa. Tapi yang pasti, sekarang saya sudah menemukan Soulmate saya. Mungkin salah, tapi setidaknya saat ini terasa seperti itu. I just hope it’ll last.

Sebenarnya saya dan dia adalah teman satu sekolah, tapi karena tidak pernah sekelas jadinya tidak terlalu kenal, cuma wajah dan namanya yang familiar. Saya dan dia bertemu kembali di dunia maya.

Jadi, seperti apa orangnya?

Manis. Buat saya, cantik itu relatif, tapi jelek dan manis itu mutlak (jadi silakan senang buat mereka yang saya anggap manis).

Smart (beneran, ini bukan operator seluler cdma lho).

Kind.

Care.

Independent.

Humorous.

Confident (which caused the narcism).

Charming.

And Contagious (in a good way).


From the first time we’re connected through Facebook, I got this strange vibe, it’s like we’ve known each other for a long time. Out of curiosity, I tried to get to know this person more. Then we met several times (everyday actually, but on messenger only). I am amazed by the similarities we have, in the way we think, the way we see the world, the same movie taste, music taste…

Orang pertama yang benar-benar bisa mengerti saya, bisa melihat kekosongan di hidup saya, bisa merasakan apa yang saya rasakan, dan bisa melihat masalah dari sisi yang sama dengan saya, orang pertama yang mendukung keputusan berat yang saya ambil, seseorang yang memiliki rasa empati yang tinggi.

Saya merasa sangat beruntung memiliki teman baik seperti dia (meskipun kadang agak menyesal juga, kenapa tidak dari dulu sedekat ini), She actually healed me (I’ve been broken for some time). That’s my Soulmate



But it didn’t stop there. My feelings grow. I just can’t seem to be able to past one day without that person in my life (even a small chat would do). I’ve become addicted. Many times I thought (and I knew) that it’s love, but I kept it aside every time. I don’t want to lose that person either, I was afraid that if I let this feeling grow that I might lose that person. So I just kept it inside, until the time is right for me to say it.


- Yes Ariyanti, I am in Love with You. -


May 5, 2010

B9, B10, B11

Haaaiiii….

Sudah nonton film “Manusia Setrikaan Kedua” –Iron Man 2- belum? Kemarin –Selasa, 4 Mei 2010- atas prakarsa seorang wanita berparas manis, saya menonton film yang sepertinya banyak dinanti orang tersebut. Bagaimana tidak banyak dinanti? Semenjak tiketnya dijual pertama kali pada Rabu minggu sebelumnya, begitu banyak orang yang terlihat Excited dengan kehadiran film tersebut. Akun Twitter saya sampai dipenuhi dengan ReTweet orang-orang yang senang karena telah mendapat tiket menonton Iron Man 2. Entah kenapa mereka sampai berlebihan seperti itu, padahal filmnya hanya film yang tidak terlalu istimewa. Atau karena mereka mengidolakan sang superhero? Saya malah berpikir kalau penggemar Batman, Superman dan Spiderman lebih banyak.

Iron Man jilid pertama menceritakan tentang bagaimana seorang multi milyarder yang bernama Tony Stark bisa menjadi sang Manusia Besi. Sebuah film superhero dengan efek khusus yang sangat baik. Tapi ya itu saja kelebihannya. Dalam jilid kedua ini kisahnya melanjutkan kisah dalam jilid pertama setelah beberapa tahun kemudian. Dikisahkan bagaimana sang superhero mengalami kejenuhan akibat tidak adanya lawan yang seimbang, perseteruan dengan pesaing bisnis, sampai ke munculnya seseorang yang mampu menciptakan reaktor mini yang mirip dengan kepunyaan sang superhero.

Eniweey…saya menulis kali ini bukan untuk membahas bagaimana serunya film tersebut. Saya lebih berkeinginan berbagi tentang apa yang terjadi saat saya dan seorang wanita berparas manis menonton film tersebut.

Saya dan wanita berparas manis memutuskan menonton di Plaza Indonesia XXI, jam pertunjukan 19.30. Karena memesan tiket melalui M-Tix, kami tidak bisa memilih tempat duduk yang kami inginkan. Tempat duduk yang kami dapatkan adalah B7 dan B8. Saya lebih senang menonton dari kursi deret A, karena pasti terhindar dari tendangan kaki penonton dibelakang –secara baris A adalah baris paling belakang-, tapi karena tidak bisa memilih ya saya terima saja duduk di baris B. Untungnya B7 dan B8 terletak agak di tengah-tengah, saya agak kurang bisa menikmati film kalau duduk di pinggiran.

Untung? Setidaknya saya pikir seperti itu……

Sebelumnya, biar saya jelaskan dulu kenapa lokasi yang terpilih adalah Plaza Indonesia. Pertama, dari sekian banyak lokasi bioskop yang dekat dengan kantor kami, Plaza Indonesia adalah lokasi terdekat yang menyediakan fasilitas M-Tix. Kedua, kebetulan saat itu Plaza Indonesia XXI menayangkan film Iron Man 2 di 3 (Tiga) studio sekaligus, sehingga ada banyak pilihan waktu menonton. Ketiga, dan ini pendapat pribadi saya, suasananya enak, karena Plaza Indonesia tergolong tempat untuk kalangan menengah keatas maka fasilitas yang disediakan sangat baik. Keempat, kembali pendapat pribadi saya, karena tempatnya yang eksklusif saya merasa seharusnya tempat tersebut dikunjungi oleh orang-orang yang berpendidikan, tidak norak, dan sedikit banyak mengerti peraturan.

Kembali ke kejadian saat menonton. Beberapa menit film diputar, mulai terasa ada hal-hal yang mengganggu. Suara-suara mengobrol sambil berbisik sesekali terdengar, namun karena sudah memaklumi sifat penonton Indonesia saya tidak bereaksi, setidaknya sampai batas volume suara tertentu. Lalu ada juga beberapa yang menggunakan telepon genggamnya, menyebabkan kesilauan sesaat. Tapi gangguan-gangguan itu belum seberapa jika dibandingkan dengan gangguan yang dialami oleh wanita berparas manis teman menonton saya.

Apa yang dialami olehnya adalah sesuatu yang bisa membuat saya meledak-ledak, dan bahkan mungkin akan memasukkan Plaza Indonesia XXI ke dalam daftar bioskop yang tidak akan dikunjungi. Sebagai orang yang mengenyam pendidikan dan mengerti peraturan saat menonton film di bioskop, saya mengerti dan mematuhi dengan baik semua peraturan yang ada. Telepon genggam sudah dalam kondisi Silent, dimasukkan ke dalam tas dan tas tersebut saya letakkan dibawah tempat duduk, jadi tidak ada yang akan terganggu oleh telepon genggam saya. Saya tidak mengangkat kaki, tidak menyandarkan kaki pada tempat duduk di depan saya, dan juga tidak menendang-nendang tempat duduk di depan saya. Saya duduk tenang, menikmati film yang ditayangkan, berbisik jika memang ada yang harus dibicarakan pada teman menonton. Hampir semua yang saya lakukan, TIDAK dilakukan oleh orang yang duduk di tempat duduk B9, B10 dan B11, tempat duduk yang lebih dekat dengan wanita berparas manis teman menonton saya.

Tempat duduk B9 diisi oleh seorang wanita bertubuh kurus, dengan rambut diikat, mengenakan kemeja dan rok. Tempat duduk B10 diisi seorang wanita berjilbab bertubuh sedang. Tempat duduk B11 diisi seorang wanita berkacamata dan sedikit gemuk. Ketiganya selalu berceloteh tanpa memelankan volume suara mereka, untuk mengomentari setiap adegan yang ada. Biarpun sudah diminta untuk diam –secara tidak langsung, dengan mengeluarkan suara ssshhhhh- tapi mereka tetap menjadi komentator film di malam itu. Selain itu, beberapa kali saya mendapati B9 menggunakan telepon genggamnya, mungkin untuk mengirim SMS kepada seseorang, dan isi SMS itu adalah komentarnya yang tidak penting atas film yang ditontonnya. Lalu beberapa saat setelah seorang teknisi memperbaiki pendingin udara –lebih tepatnya menurunkan temperatur pendingin udara- B9 mulai bergerak-gerak yang tidak perlu. Gerakannya seperti seseorang yang menahan keinginan buang air karena dinginnya udara di dalam ruangan. Buat saya, tingkah laku norak mereka seperti tingkah laku seseorang yang belum pernah menonton film di bioskop.

Begitulah, wanita berparas manis teman menonton saya sepanjang pertunjukan terganggu oleh tingkah laku norak dan kampungan dari penonton yang pada tanggal 4 Mei 2010 duduk di B9, B10 dan B11, Teater 2, Plaza Indonesia XXI, jam pertunjukan 19.30 WIB.